Dienstag, 22. Mai 2012

Kekuatan Ikhlas

Pernahkah kalian merasa membenci diri kalian sendiri? Pernahkah kalian marah pada hidup ini? Pernahkah kalian merasa semuanya seolah tidak adil? Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi semuanya “IYA“. Dan pertanyaan yang terakhir yang ingin saya ajukan adalah, kenapa kalian merasakan hal itu? Kenapa?

Sebagian besar manusia merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah dimiliki dan apa yang selama ini diperolehnya. Lalu mereka akan terus merasa bahwa hidup ini egois. Tidakkah kita berpikir bahwa diatas langit ada langit, dan dibawah tanah ada tanah lagi. Itu semua menunjukkan bahwa seharusnya kita bersyukur dengan apa yang selama ini telah kita dapatkan dan miliki atas pemberian tuhan. Coba lihat, masih banyak yang kekurangan dan kelaparan, masih ada yang terlahir dengan keadaan cacat, masih ada yang terlahir tanpa orang tuanya dan masih banyak lagi yang lebih menderita dari kita. Tapi pernahkah kita perhatikan, mengapa mereka yang cacat namun masih bisa menyikapi hidup ini dengan senyuman, bahkan mereka bisa melahirkan karya-karya luar biasa dalam keterbatasan yang mereka miliki? Mengapa mereka yang padahal sama saja kekurangan lalu mereka masih bisa membagi jatah makannya dan tersenyum manis walau sebagian ruang diperutnya tidak terisi? Dan Mengapa mereka bisa terus bertahan hidup bahkan tumbuh menjadi orang-orang besar padahal mereka terlahir yatim, atau ternyata yatim piatu? Coba tanyakan kepada hati kita, masih bisakah kita menyia-nyiakan kelebihan fisik, otak dan hati kita begitu saja? Tidakkah kita malu pada mereka? Coba tanyakan pada hati kita mengapa?

Dan ketika aku bertanya pada hatiku, aku hanya menemukan satu jawaban, yaitu kekuatan ikhlas. Mereka ikhlas menerima semua yang Tuhan berikan dalam bentuk kekurangan pada fisik mereka, atau ujian-ujian dalam kehidupan atau kelebihan dan kebahagiaan yang menyatakan bahwa hidup ini indah. Dan kita masih bisa tersenyum saat menerima kejutan-kejutan dari Tuhan, karena kejutan-kejutan dari-Nya adalah pelajaran berharga bagi kita walau terkadang menyakitkan. Tidak ada pisau tajam sebelum diasah, itulah ujian-ujian dari Tuhan. Tuhan memberikan ujian-ujian tersebut supaya kita lebih tegar, sabar, ikhlas dan lapang menjalani kehidupan ini. Kita takkan bisa begitu saja mengerti arti sabar, ikhlas, tegar, lapang dan ketulusan saat pertama kali kita terlahir didunia ini. Bukankah saat bayi belajar berdiri, ternyata dia terjatuh puluhan kali, lalu apakah dengan sekali terjatuh dan menyerah kelak dia bisa berdiri dengan tegak? Tentu tidak. Sama dengan tingkat ketegaran dan keikhlasan seseorang dalam menjalani hidup ini. Semuanya harus diasah. Atau contoh lain saat kita dibangku sekolah, apakah saat kita mau ujian sekolah, guru memberitahukan dulu soal ujiannya sebelum diujikan? Tentu tidak kan, tapi untuk mencapai nilai yang bagus kitapun harus melewati latihan-latihan soal sebelumnya.

Ombak dilautan datang seenaknya saja tanpa memberi tahu dulu, atau ujian-ujian kehidupanpun sama. Bukankah sebelumnya kita pernah mengalami diuji, jika sebelumnya kita mampu kenapa sekarang tidak? Tapi kan ujian sebelumnya lebih mudah? Nah jika ujian sebelumnya lebih mudah, dan ujian yang sekarang sama mudahnya, itu sama saja kita bersekolah dan ingin terus bertahan dikelas 1 Sekolah Dasar. Untuk mencapai suatu gelar sarjana, bukankah kita harus melewati ujian-ujian yang semakin sukar? Dan untuk menjadi hamba Allah yang baik, kita pun harus melewati ujian-ujian yang kesukarannya terus meningkat. Sesekali kita gagal dan terjatuh itu wajar. Karena sebelumnya kita tidak pernah tahu ujian apa yang akan datang, tapi bukankah kita sebelumnya bisa mempersiapkan mental. Dan sekali lagi, kita harus ingat, tanpa kita mengalami kesedihan, maka kita tidak akan mengerti indahnya kebahagiaan. Dan jika kita tidak mengalami kegagalan, maka kita tidak akan mengerti nikmat kesuksesan.

Untuk apa kita terlahir di dunia ini sedangkan kita hanya terpuruk pada satu kegagalan tanpa bangkit kembali, lupakah kita saat dulu kita belajar berjalan, padahal kita dulu hanya bayi mungil, tapi kita sudah mengenal bagaimana kekuatan tidak mengenal kata menyerah. Cobalah kita ikhlas dalam menjalani hidup ini, tidak selamanya apa yang kita inginkan itu baik, tapi Allah selalu memberikan yang terbaik yang kita butuhkan dengan cara-Nya. Kita sebagai makhluk Tuhan, dianjurkan untuk tetap berusaha dan berdoa, selanjutnya biarkan Tuhan yang mengaturnya, dan ikhlaskan apa yang akan terjadi, karena setelah menangis akan ada senyuman. Dan saat adzan subuh berkumandan, mentaripun mulai memancarkan sinarnya untuk menghapus gelap malam.

Tanpa kita mendekati kematian, dengan cara menyiksa diri sendiri, berdiam dalam keterpurukan atau bunuh diri, suatu hari kita pasti akan mati. Dan ketika cahaya itu mulai meredup, sesekali aku rasakan ketakutan, ketakutan karena tak mampu menerangi hidup mereka lagi, tapi kembali aku tersadar, ini hanyalah redup, suatu hari kelak cahaya ini akan padam. Tapi setidaknya aku pernah menerangi hidup mereka dan aku merasa, ini cukup membuat hidupku sangat indah dan bermakna. Saat masa sakit itu datang, saat masa tua telah tiba, dan saat kemuning senja mulai mewarnai langit, aku rasakan cahayaku mulai meredup. Aku takut tidak mampu bersinar seperti biasanya dengan goresan-goresan cintaku, dengan senyuman-senyuman manisku, tapi ini hanya redup, belum padam. Dan sebelum cahaya kita meredup, kenapa kita tidak berusaha memancarkannya dengan seterang mungkin, hingga kita tahu bahwa hidup ini indah dan bermakna.

Sebelum kita mengharapkan kebaikan datang, mengapa kita tidak berusaha memberikan yang terbaik terlebih dahulu, dan ikhlaskan semuanya. Insya Allah kelak kita akan temukan balasan dari kebaikan-kebaikan itu secara nyata dan lebih indah dengan cara-Nya. Tersenyumlah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, hingga kelak dunia mampu mengenang senyum kita.

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen