Aku termenung tertunduk lesu duduk ditaman kota München
tepatnya di Odeonplatz. Sore tadi aku menerima sebuah e-mail dari seseorang
yang telah beberapa bulan ini menghilang begitu saja dari hidupku tanpa kabar.
Saat aku membacanya aku tak tahu apa yang sedang terjadi, seolah semuanya
seperti mimpi dan tiba-tiba ada benda berat yang seolah menghujam hati ini,
amat teramat sakit rasanya. Aku sentuh kembali, memang tak ada luka dihati ini
tapi benar aku rasakan sakit. Taukah engkau? Ternyata isi dari e-mail tersebut
adalah undangan resmi bahwa dia orang yang selama ini aku sayang yang telah
menghilang beberapa bulan ini akan menikah. Menikah dengan orang lain bukan
denganku.
Kembali aku mengingat 2 tahun silam, saat itu kami satu
sekolah di Sekolah Menengah Atas, aku hanya sekedar mengenal namanya yaitu
Nadia. Mungkin memang dia tidak terlalu pintar tapi setidaknya dia manis dan
baik hati. Saat itu perasaanku padanya biasa saja bahkan aku sedang jatuh cinta
pada teman sekelasku namanya Tika. Dia aktif diorganisasi keagamaan sedangkan aku aktif diorganisi ilmiah.
Saat aku tahu bahwa panah cupid telah terlanjur tertancap
dihati ini. Setiap aku berdekatan dengan Tika walau itu tak disengaja maka
detak jantungku dalam sekejap berubah lebih cepat seperti kecepatan motor yang terlanjur
kena tilang tapi berusaha kabur dari kejaran polisi. Dan sejak saat itu aku
berusaha menjauh, tapi ternyata benar-benar sulit. Hatiku tak karuan, aku
merasa terkadang diriku seperti orang kurang waras. Sering tersenyum sendiri jika mengingat
senyum yang pernah dia berikan karena aku telah menjawab pertanyaan yang dia
ajukan saat kelompokku maju didepan kelas untuk mempersentasikan materi biologi.
Atau jangan-jangan sebenarnya dia telah menyadari kalau aku sedang menaruh hati
padanya oh Tuhan.
Aku merasa aku sudah tak mampu menahan perasaanku ini lebih
lama lagi. Sore ini aku harus mengutarakan isi hatiku padanya, tapi bagaimana
caranya. Aku yakin dia tidak akan mau jika aku ajak bicara berdua, apalagi dia
yang sangat mengerti agama, tapi aku beranikan diri meminta temanku untuk
menyampai padanya bahwa aku ingin membicarakan sesuatu dengannya, aku menunggu
dia didepan pos satpam sekolah. Saat itu hari telah sore disekolah pun tak
begitu banyak orang, hanya ada pengurus OSIS yang sedang rapat dan dia memang
salah satu pengurus OSIS. Dan yang tak diduga dia datang sendiri ke tempat
dimana aku telah menunggunya. Ini kali pertamanya aku berbicara dengan dia hanya
berdua. Bayangkan hanya berdua saja. Dan saat itu jantungku seakan berdetak
dengan kecepatan penuh yang siap akan meledak kapan saja, bom kali meledak.
Tapi aku sendiri bingung mesti memulai dari mana untuk mengutarakan isi hati
ini.
„Tika, sebelumnya terima kasih karena kamu telah menyempatkan
waktumu untukku, padahal aku tau bahwa ini kurang mengenakan untukmu jika kita
hanya bertemu berdua saja, aku minta maaf sebelumnya.“
„Sebenarnya ada apa yah? Aku tak menyangka saja jika kamu
ingin membicarakan sesuatu denganku.“
„Aku tidak tahu mesti memulainya darimana, tapi sebenarnya
telah cukup lama ada virus merah jambu dihatiku dikarenakan adanya kamu. Maafkan
aku Tika.“
„Ah sudahlah, kamu tak perlu minta maaf seperti itu. Ini
bukan salahmu, tapi aku yang salah. Maafkan aku Don, tapi aku tak bisa. Aku
telah bertunangan dan jika lulus sekolah nanti aku akan segera menikah. Maafkan
aku yang mebiarkan virus itu bersemi begitu saja dihatimu.“
Saat itu aku hanya mampu tertunduk terdiam lesu. Tapi aku
berusaha tetap tersenyum didepan Tika.
„Tidak apa,
semuanya akan baik-baik saja. Setidaknya mulai saat ini aku harus belajar menata hatiku untuk menghapus
virus ini. Mungkin sebaiknya aku pulang sekarang.”
Sayangnya hal yang tak diinginkan terjadi, yaitu ada 5
pengurus OSIS yang melihat kami sedang berdua. Ini hal yang bodoh, bagaimana
tidak. Besok satu kelasku pasti akan geger atau mungkin satu sekolahku.
Entahlah, aku tak pedulikan itu. Yang terpenting bagiku adalah bagaimana aku
mampu menata hati ini.
“Tenang Don, besok kita hadapi bersama. Aku tahu pasti satu
kelas akan geger karena ini.”
„Terima kasih, tapi kamu tak perlu memberikan penjelasan
apapun. Dan sekali lagi terima kasih untuk waktunya. Aku harus segera pulang
Tika.“
Aku beranjak pergi meninggalkan Tika,
hati ini sakit. Entahlah otakku pun tak mampu aku gunakan berpikir. Jalan
terbaik adalah segera pulang, mandi dan merenung. Mengbodohi diri yang telah
terlanjur mencintai wanita yang salah. Dan yang aku tak mengerti kenapa
seolah-olah Tika memberikan harapan padaku, padahal ternyata itu hanya harapan
kosong. Ini salahku, atau ternyata ini salah Tika. Kenapa? Kenapa harus
berakhir seperti ini.
Semalaman aku tak mampu memejamkan
mata, PRku pun tak aku sentuh sedikitpun. Ternyata seperti inilah sakitnya
orang yang sedang patah hati. Jangankan mengerjakan tugas-tugas sekolah,
menyentuh makananpun seolah enggan. Aku tatap langit diluar sana dari jendela
kamarku. Gelap, hanya gelap yang aku lihat, tanpa bulan, bintang. Seolah
langitpun mengerti akan hatiku yang kelam kelabu. Oh Tika, teganya dirimu
lakukan ini padaku. Apakah besok aku mampu berangkat sekolah? Entahlah, tapi
kini waktu menunjukan pukul 01.10 WIB. Sebaiknya aku tidur, aku akan lihat
kelanjutan keadaanku besok pagi.
***
Pagi yang cerah, udara yang sejuk
menyapaku menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamarku yang terbuat dari
kayu. Rumahku memang rumah jaman dulu, sangat sederhana tapi nyaman untuk aku
tinggali. Aku pikir hatiku telah membaik, walau sebenarnya aku yakin tak
seutuhnya baik. Tapi aku akan berusaha berangkat ke sekolah hari ini, tentang
apa yang akan terjadi disekolah biar nanti aku lihat kelanjutannya. Tapi seolah
nafsu makanku masih kabur entah kemana, jadi aku berangkat begitu saja ke
sekolah tanpa sarapan dan tanpa rasa ragu walau aku tahu tugas-tugasku belum
aku kerjakan. Terserah, aku bisa bolos kok kalau ternyata suasana disekolah
membuatku tak nyaman.
Sesampai di sekolah, aku berjalan
menuju kelasku melewati lorong kelas 3A dan 3B. aku adalah siswa dari kelas 3C.
Aku merasakan tatapan-tatapan yang tertuju padaku, seolah ada
pertanyaan-pertanyaan atau sesuatu yang ingin mereka tanyakan padaku. Tapi
mereka enggan karena melihat keadaanku yang pagi ini begitu lesu.
Saat aku tiba dipintu kelasku. Teman-teman
bersorak terhadapku. Mereka mengira bahwa aku telah memiliki hubungan khusus
dengan Tika. Andai mereka tahu kejadian tadi sore, jangankan hubungan khusus,
tapi sekarang aku terpaksa harus mulai menata hatiku. Ah, aku jatuhkan kepalaku
diatas meja dan mendekapnya dengan kedua lenganku. Tak beberapa lama ada suara
yang menyapaku. Itu suara Candra.
„Don, keluar aja yuk, suasana kelas
ini suntuk. Kita cari udara sejuk diluar sana.“
“Kamu bicara apa sih Dra? Hari ini
kan ada pelajar Biologi dan kamu tahu bagaimana killernya bu Ratna.”
“Kamu takut sama bu Ratna? Yang
penting nanti kita pas ulangan bisa. Udah sekali ini saja.”
“Aku
baik-baik aja Ndra.”
„Tapi
aku nggak baik-baik aja. Udah ayo.“
Akhirnya
dengan berat hati atau mungkin malah ini pilihan yang baik, aku dan Candra meninggalkan
kelas. Sesampai dipintu
kelas, aku berpapasan dengan Tika, aku hanya terdiam. Tapi Tika
„Kamu mau kemana Don?“
Aku tak menjawab, aku hanya berjalan
mengikuti Candra. Untung saja Bel masuk belum berbunyi jadi kita bisa keluar
kelas lebih mudah. Dan kebetulan Pos Satpam kosong. Aku dan Candra pergi ke
daerah perbukitan dekat sekolah. Disana udaranya sejuk. Kami berdua duduk
dibawah pohon mangga yang rindang, didekat aliran sungai kecil dan pemandangan
tanaman padi yang terhampar luas hijau. Angin sepoi-sepoi mengibas-ngibas
rambutku.
Candra memulai pembicaraan.
„Aku tahu keadaanmu sobat, kita telah
lama dekat. Jadi aku tahu betul bagaimana keadaan hatimu saat ini. Coba mulai
ceritakan kejadian kemarin.“
„Aku tak tahu mesti mengatakan apa
Ndra, tapi intinya ternyata Tika telah bertunangan. Dan hatiku sakit. Aku telah
berusaha menata hatiku, tapi aku belum bisa atau mungkin aku tak bisa.“
„Kamu ada-ada saja Don, mana ada
orang patah hati bisa sembuh dalam waktu semalam. Yah sudah kita nikmati hari
ini disini. Besok kita mulai berangkat sekolah lagi. Masalah Tika, kamu harus
tegar. Ini memang sulit bagimu, apalagi Tika adalah teman sekelas kita. Tapi
aku yakin kamu bisa lalui ini. Oh yah nanti malam kamu menginap saja dirumahku.
Nanti kita bisa lihat bintang dari balkon rumahku.“
„Terima kasih Ndra, kamu memang
sahabat terbaikku.“
***
Hari-hari yang sulit kini mulai mampu
aku lalui. Sikap Tika yang seolah tetap manja terhadapku, seolah memberikan
harapan palsu terhadap hati ini. Tapi aku mulai bisa mengontrol hati ini
semenjak 3 bulan ini aku jalani hari-hari tersulit dalam hidupku.
Sudah hampir satu minggu ini Tika tak
masuk sekolah. Tiba-tiba aku dipanggil ke kantor oleh guru kimia. Ada apa
gerangan beliau memanggilku. Apakah nilai pelajaran kimiaku jelek atau ada
tugas yang kurang? Entahlah, tapi aku menurut saja. Aku berjalan memasuki
kantor guru. Dan sekarang aku sudah berada tepat dihadapan meja kerja beliau.
“Maaf
bu, ibu memanggil saya?”
“Iyah
Don, silahkan duduk.”
“Sebenarnya
ada apa bu? Nilai saya jelek atau ada tugas yang ternyata kurang memenuhi
standar?”
“Bukan
Don, ini nggak ada sangkut pautnya dengan nilaimu.”
“Lalu apa bu?”
“Ibu dengar kamu dekat dengan Tika,
ibu mau tanya. Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Tika, dia sudah hampir
satu minggu ini tak masuk sekolah, dan tak ada kabar apapun darinya. Mungkin
kamu bisa tengok dia ke rumahnya?“
„Sebelumnya saya minta maaf bu, tapi
saya tidak bisa ke rumahnya. Nanti saya usahakan untuk menghubungi dia dan
mencari tahu apa yang sedang terjadi padanya. Nanti saya beritahu ibu.“
„Yah sudah kalau gitu. Terima kasih
Don, kamu sekarang bisa kembali ke kelas.“
Aku pun berusaha menghubungi Tika,
aku kirimkan pesan singkat padanya, menanyakan kabarnya. Untungnya dia mau
membalas pesanku. Dan ternyata saat ini dia sedang tertekan, ada masalah
keluarga dan masalah dengan tunangannya. Tapi maafkan aku Tika, aku tak mampu
melakukan apa-apa untukmu. Aku takut ini melampaui batas, dan aku takut akan
luka dihatiku yang belum seutuhnya sembuh.
***
Sejak saat itu, aku benar-benar
menjauh dari kehidupan Tika, hingga tak terasa kami telah lulus SMA. Dan ada
hal yang tak bisa dipercaya, ternyata tunangan Tika adalah guru bahasa arab
disekolahku. Pantas saja aku merasakan ada hal yang aneh saat tes praktek shalat.
Aku harus dua kali mengulangnya padahal tak ada yang salah padaku, tapi
berhubung aku membutuhkan nilai darinya, maka aku nurut saja. Aku yakin saat
itu dia cemburu padaku, apalagi kalau dia tahu aku sempat dekat dan jatuh cinta
pada Tika. Ah ini hal aneh, aku kira kejadian ini hanya akan terjadi di
film-film atau sinetron-sinetron saja tapi ternyata terjadi pula kepada diriku.
Yang terpenting saat ini adalah aku akan siap berangkat ke Jerman. Kelak aku
yakin dengan seiring berjalannya waktu, aku akan menemukan cinta sejatiku.
***
Sebulan sudah aku berada di Jerman.
Tiba-tiba saat aku membuka akun e-mailku. Aku temukan e-mail dari alamat yang
tak aku kenal, dan ternyata itu dari Andre, kakanya Nadia. Aku memang sempat
dekat dengan Andre, tapi tumben sekali dia mengirimi aku e-mail. Setelah aku
baca e-mailnya. Ada rasa tak percaya, dia memintaku untuk mengawasi dan menjaga
Nadia. Nilai-nilai Nadia yang kian turun, membuat dia khawatir akan keadaan
Nadia, tapi mengapa harus aku. Sayangnya dulu saat aku duduk dibangku SMA,
Andre telah banyak menolongku dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah jadi aku
merasa tak enak jika menolak. Akhirnya mulai hari ini aku mencoba menjalin
komunikasi dengan Nadia.
Beberapa minggu telah berlalu, dan
aku tahu bahwa nilainya turun karena dia sedang dekat dengan seorang pria, tapi
pria itu telah memiliki pasangan. Dan yang membuat aku tak mengerti, Nadia
tetap menjalin hubungan khusus dengannya walau sebenarnya dia tahu bahwa bukan
hanya dia yang ada dihidup cowok itu. Inilah keanehan cinta. Dan yang lebih
aneh lagi. Aku merasa ada yang aneh padaku. Aku merasa aku sayang padanya, aku
tak rela jika Nadia diduakan tapi aku sendiri hanya mampu menjaganya semampuku,
melalui keberadaanku di dunia maya. Mungkin Nadia pun mulai merasakan akan
hatiku ini, dan yang aku sangka dia memberikan kesempatan aku untuk menemani
hari-harinya lebih dekat lagi walau hanya lewat dunia maya, video call atau
e-mail. Indah rasanya cinta ini tapi sakit setiap aku melihat
pesan-pesannya dengan cowok itu. Dan karena keberadaanku yang jauh. Aku tak
mampu melakukan apa-apa untuk mencegahnya, atau aku sendiri merasa takut jika
aku over protectif, maka Nadia akan menjauh dariku. Cinta ini aneh,
menyenangkan sekaligus menyakitkan. Tapi aku terlanjur menyayangi Nadia.
Banyak
hal yang telah kita jalani bersama, mulai dari bercanda bareng, sampai bahas
soal pelajaran bersama-sama. Walau kisah cinta kita hanya berjalan didunia
maya, tapi keindahan dan bahagia itu tak berkurang sedikitpun, hingga aku
merasa yakin bahwa aku telah benar-benar jatuh cinta padanya.
Hanya
saja akhir-akhir ini sikap Nadia berubah, apa yang sebenarnya terjadi. Seakan
dia menjauhiku. Apa salahku? Aku berusaha untuk menghubunginya, aku kirimkan
e-mail dan pesan singkat di Facebook, tak juga dibalas. Aku kirimkan SMS tetap
saja tak ada jawaban, hingga akhirnya aku telfon, dan tak satupun diangkat. Apa
yang sebenarnya terjadi. Pikiranku melayang-layang, menerawang, menerka-nerka
kesalahan apa yang telah aku lakukan. Tapi tetap saja tak aku temukan jawaban. Hingga 4 bulan
berlalu dan sore ini aku terima sebuah e-mail. Jatungku berdegup kencang,
perasaan takut, bahagia, penasaran. Semuanya bercampur jadi satu dan ternyata
berujung pada sebuah sakit yang terhujam tepat diulu hatiku yang terdalam. Aku
seorang pria yang tak biasa menangis, tak terasa ada bulir hangat mengalir.
Sakit benar-benar sakit. Aku cari penjelasan, tapi tak ada jawaban pasti yang
aku temukan. Semua telah berakhir. Mungkin hanya aku saja yang tak cukup baik
untukmu.
Jika aku datang ke acara
pernikahanmu, mungkin aku hanya akan bersembunyi dibalik kerumunan undangan
lain, menatap wajah bahagiamu yang begitu cantik terbalut gaun putih dan
mungkin itu yang terakhir kalinya aku melihatmu. Karena aku tak ingin melihat
walau hanya bayangmu. Aku ingin pergi sembuhkan lukaku tanpamu dengan caraku
sendiri.
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen