Sempat aku perhatikan beberapa kejadian disekitarku, dan aku
juga pernah merasakannya sesekali, yaitu
kita menganggap orang tua kita itu memalukan. Disini aku tak menyinggung
siapapun karena aku sendiripun pernah mengalami hal ini. Saat itu aku duduk
dibangku SMP tepatnya dikelas 1 SMP. Aku memang terlahir bukan dari keluarga
berada, dan aku sendiri pun tak pernah berpenampilan secara berlebihan. Tapi kadang
mamahku berpenampilan seolah norak, itu menurut penilaianku. Dengan baju
muslimnya yang sudah usang dan bibirnya yang dipoles lipstik merah legam.
Pernah aku berkata,“Mah, mamah nggak perlu datang ke sekolah lagi, linda bisa
kok ambil Raport sendiri.“ Seolah tak ingin menyusahkan mamah, padahal itu
semua sempat aku lakukan karena aku merasa malu, ibu-ibu yang lain berpakaian
bagus, sedangkan mamahku tidak. sejak saat itu orang tuaku selalu mempercayakan
semuanya padaku.
Tapi sekarang semuanya berubah. Aku kini benar-benar berdiri
sendiri tanpa mereka. Hari demi hari berlalu tanpa ada lagi aturan-aturan dari
orang tuaku, aku bebas membuat peraturan sendiri semauku, hingga suatu hari aku
merasa sepi. Sangat sepi, tak ada lagi yang mengingatkanku untuk tetap menjaga
kesehatan, walau kesibukan terus mengejarku, tak ada lagi yang memarahiku saat
aku terlanjur jatuh sakit karena telat makan.
Aku mulai berpikir, bahkan sekarang aku tahu. Bahwa mereka
adalah orang-orang hebat dalam hidupku.
Aku takkan malu lagi, aku rindu mereka, bahkan aku ingin kenalkan mereka pada
teman-temanku disini, walau mereka akan berpakaian kumuh atau mungkin mulai
renta, tapi tanpa mereka aku takkan seperti ini.
Teringat aku saat mamah
memelukku ketika aku sakit, mamah rela semalaman terjaga hanya karena tak tega
melihatku kesakitan, mengurusiku hingga aku kembali sembuh dan mampu melakukan
rutinitasku.
Dan Papah adalah papah terhebat dan tertegar dalam hidupku.
Ditegah malam kala semua orang tertidur termasuk aku, tapi papah akan pergi ke
pasar untuk berbelanja sayuran, buah-buahan dan lauk pauk untuk kembali dijual
dirumah kami. Kadang ketika libur sekolah aku ikut membantu papah berbelanja
dipasar, apalagi ketika ramadhan tiba. Hampir semua pedagang mengenalku, aku
dan papah sahur bersama pedagang-pedagang lain ditengah keramaian pasar. Aku rindu
saat-saat itu, dan yang paling aku rindu, ketika aku terkena penyakit typus,
aku dilarang berangkat ke sekolah selama seminggu, tapi aku memaksa karena saat
itu sedang ujian, padahal aku sadari betul papah capai setelah pulang
berbelanja, dan pastinya papah mengantuk. Tapi papah tak mungkin tega
membiarkanku menangis karena memaksa ikut ujian walau mukaku masih pucat dan
aku masih lemas. Mereka terus membujukku untuk tinggal di rumah, tapi aku malah
menangis, walhasil terpaksa papah harus mengantarku ke sekolah, padahal aku
yakin beliau saat itu sangat lelah, aku peluk tubuhnya yang tak sekekar dulu. I
love you mah, pah
Ingatlah, hanya mereka yang slalu setia mencintai kita apa
adanya, hanya mereka yang rela kehujanan, kepanasan, membanting tulang untuk kita
dan hanya mereka yang rela walau nyawa sekalipun yang harus dikorbankan.
Ingatlah mereka setiap waktu, dimanapun kita berada, ingatlah bahwa orang
pertama yang akan ada disamping kita saat kita benar-benar terjatuh ialah mereka,
saat orang-orang memojokkan kita, saat orang memfitnah kita, dan hanya mereka
yang akan membela kita walaupun mereka tahu kita salah. Jadi begitu tidak tahu
malu dan tak tahu diri, jika seorang anak tak berbakti kepada orang tuanya.
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen