Samstag, 5. Mai 2012

Orang-Orang hebat itu Keluargaku


Sempat aku perhatikan beberapa kejadian disekitarku, dan aku juga pernah merasakannya sesekali, yaitu  kita menganggap orang tua kita itu memalukan. Disini aku tak menyinggung siapapun karena aku sendiripun pernah mengalami hal ini. Saat itu aku duduk dibangku SMP tepatnya dikelas 1 SMP. Aku memang terlahir bukan dari keluarga berada, dan aku sendiri pun tak pernah berpenampilan secara berlebihan. Tapi kadang mamahku berpenampilan seolah norak, itu menurut penilaianku. Dengan baju muslimnya yang sudah usang dan bibirnya yang dipoles lipstik merah legam. Pernah aku berkata,“Mah, mamah nggak perlu datang ke sekolah lagi, linda bisa kok ambil Raport sendiri.“ Seolah tak ingin menyusahkan mamah, padahal itu semua sempat aku lakukan karena aku merasa malu, ibu-ibu yang lain berpakaian bagus, sedangkan mamahku tidak. sejak saat itu orang tuaku selalu mempercayakan semuanya padaku.

Tapi sekarang semuanya berubah. Aku kini benar-benar berdiri sendiri tanpa mereka. Hari demi hari berlalu tanpa ada lagi aturan-aturan dari orang tuaku, aku bebas membuat peraturan sendiri semauku, hingga suatu hari aku merasa sepi. Sangat sepi, tak ada lagi yang mengingatkanku untuk tetap menjaga kesehatan, walau kesibukan terus mengejarku, tak ada lagi yang memarahiku saat aku terlanjur jatuh sakit karena telat makan.
Aku mulai berpikir, bahkan sekarang aku tahu. Bahwa mereka adalah  orang-orang hebat dalam hidupku. Aku takkan malu lagi, aku rindu mereka, bahkan aku ingin kenalkan mereka pada teman-temanku disini, walau mereka akan berpakaian kumuh atau mungkin mulai renta, tapi tanpa mereka aku takkan seperti ini. 

Teringat aku saat mamah memelukku ketika aku sakit, mamah rela semalaman terjaga hanya karena tak tega melihatku kesakitan, mengurusiku hingga aku kembali sembuh dan mampu melakukan rutinitasku.

Dan Papah adalah papah terhebat dan tertegar dalam hidupku. Ditegah malam kala semua orang tertidur termasuk aku, tapi papah akan pergi ke pasar untuk berbelanja sayuran, buah-buahan dan lauk pauk untuk kembali dijual dirumah kami. Kadang ketika libur sekolah aku ikut membantu papah berbelanja dipasar, apalagi ketika ramadhan tiba. Hampir semua pedagang mengenalku, aku dan papah sahur bersama pedagang-pedagang lain ditengah keramaian pasar. Aku rindu saat-saat itu, dan yang paling aku rindu, ketika aku terkena penyakit typus, aku dilarang berangkat ke sekolah selama seminggu, tapi aku memaksa karena saat itu sedang ujian, padahal aku sadari betul papah capai setelah pulang berbelanja, dan pastinya papah mengantuk. Tapi papah tak mungkin tega membiarkanku menangis karena memaksa ikut ujian walau mukaku masih pucat dan aku masih lemas. Mereka terus membujukku untuk tinggal di rumah, tapi aku malah menangis, walhasil terpaksa papah harus mengantarku ke sekolah, padahal aku yakin beliau saat itu sangat lelah, aku peluk tubuhnya yang tak sekekar dulu. I love you mah, pah

Ingatlah, hanya mereka yang slalu setia mencintai kita apa adanya, hanya mereka yang rela kehujanan, kepanasan, membanting tulang untuk kita dan hanya mereka yang rela walau nyawa sekalipun yang harus dikorbankan. Ingatlah mereka setiap waktu, dimanapun kita berada, ingatlah bahwa orang pertama yang akan ada disamping kita saat kita benar-benar terjatuh ialah mereka, saat orang-orang memojokkan kita, saat orang memfitnah kita, dan hanya mereka yang akan membela kita walaupun mereka tahu kita salah. Jadi begitu tidak tahu malu dan tak tahu diri, jika seorang anak tak berbakti kepada orang tuanya.

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen