Donnerstag, 17. Mai 2012

Kado untuk Ketulusan Sesosok Jiwa


Sesekali masih aku lihat kesedihan dibinar-binar matanya, bahkan cahaya keceriaan yang selama ini menemaniku seolah meredup. Aku mengerti bagaimana rasanya, walau aku sendiri belum pernah mengalaminya. Sesosok jiwa kecil yang termenung sendiri disudut kelas sebuah Sekolah Dasar, masih terlihat jelas matanya yang membengkak dan terkadang bulir-bulir bening itu masih tetap saja menetes. Laki-laki kecil itu bernama Azis, usianya masih seumuranku yaitu tak kurang dari 12, sepintas memang terlihat sudah cukup dewasa. Tapi bagiku itu tetap saja masih masa kanak-kanak, dimana yang sebaiknya kita isi dengan kebahagiaan dan canda tawa dengan teman-teman.

Hari itu entah hari apa tepatnya. Saat itu aku sedang berdiri dipintu kelas menikmati suasana kebisingan siang hari bersama bau anak-anak yang bertebaran mengikuti tarian udara. Beberapa detik seolah tak percaya, sebuah wajah yang tak asing bagiku, yang slalu tersenyum disaat aku menoleh padanya, kini untuk kali pertamanya aku lihat bulir bening itu perlahan mengalir mengikuti lekuk pipinya. Aku bingung, aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hingga aku sadari saat dia pergi meninggalkan kelas dan berlari menuju rumahnya yang memang berdekatan dengan sekolah kami. Perlahan aku melangkah mendekati seorang teman. Aku bertanya apa yang sedang terjadi. Dan ternyata pengumuman yang tadi aku dengar yang berasal dari masjid didepan sekolah kami, bahwa ayah dari sosok manis itu meninggal dunia. Aku sendiri tidak tahu alasannya. Tapi ini adalah pertama kalinya aku mengerti akan perasaan orang lain ketika senyum itu tiba-tiba berubah jadi sebuah wajah yang penuh kabut.

Sore itu mungkin beberapa dari teman-temanku menjenguknya, ikut menghadiri pemakaman ayahnya. Tapi tidak denganku, aku masih tetap saja berdiam dirumah, sibuk dengan program belajarku. Memang aneh rasanya, mungkin walau dia begitu ramah padaku tapi bukan berarti kita dekat. Mungkin walau dia selalu tersenyum ketika kami tak sengaja bertemu atau sesekali tak sengaja aku menoleh padanya, tapi bukan berarti aku mengerti betul akan hidupnya. Yang aku tahu, aku tidak memiliki cukup keberanian untuk mendatangi rumahnya, walau mungkin hanya sekedar mengucapkan kalimat „aku turut berduka cita, atau aku turut bersedih atau (bahkan berusaha menghiburnya), sudah jangan bersedih lagi, biarkan ayahmu pergi dengan tenang“. Tidak, ternyata aku tidak seberani itu, ah seorang Linda kecil yang berani berkelahi dengan kakak kelasnya atau yang tidak merasa bersalah saat tidak sengaja memecahkan kaca sekolahnya. Ternyata hanya seorang gadis kecil yang masih belum mengerti cara mengungkapkan perasaan yang mungkin bisa terbilang cengeng baginya.

Esok harinya dia berubah, aku lihat dia masih tersenyum, tapi senyum itu berbeda. Lebih tepatnya tidak seindah hari-hari kemarin. Aku bingung, benar-benar bingung. Aku lebih memilih menjauh daripada melangkah mendekatinya, walau hanya untuk berusaha menghiburnya. Aku yakin ini berat untuknya, dan semuanya berlalu begitu saja dengan sendirinya hingga suatu esok aku lihat dia tersenyum kembali seperti dulu dan kabut itu telah menghilang dari wajahnya, bersama kejailannya yang menarik kuncir rambutku.
Kini kami berbeda Sekolah, aku sekolah di sebuh Sekolah Menengah Pertama Negri 1 dan dia di Negeri 2 didaerah kami. Tidak ada perbedaan mencolok disini, hanya mungkin umur sekolahku lebih tua sedangkan dia adalah anak didik pertama disekolahnya. Sesekali aku bertemu dengannya, bisa dibilang ini bukan karena unsur kesengajaan saat aku pulang dari sekolahku. Dan dia masih tetap tersenyum seperti dulu, aneh rasanya jika ada laki-laki yang tetap tersenyum dan bersikap ramah padaku sedangkan aku sendiri adalah tipe gadis yang cuek, jutek, galak dan lagi tidak pernah tersenyum pada laki-laki. Saat itu bagiku semua laki-laki sama, mereka menyapaku hanya karena aku pintar dan manis, selebihnya tidak ada yang spesial.

Ini memang aneh, teringat saat suatu hari tidak sengaja dia berdiri didepan gerbang sekolah, mungkin lebih tepatnya menungguku, saat aku pulang les bahasa inggris. Katanya dari pengakuannya, dia baru saja selesai latihan gabungan eskul dengan sekolahku dan tak sengaja melihatku dikelas les. Aku berusaha ramah sebisaku, walau sebenarnya ada perasaan aneh. Tatapan dia yang dulu tidak pernah berubah, mungkin yang beda hanyalah kami yang kini sedikit lebih dewasa, selebihnya cara dia tersenyumpun masih tetap sama. Sesekali tak ingin aku mengakui, bahwa aku sendiri kagum padanya, hanya kagum, tak lebih. Bagaimana tidak, dia tetap ramah padaku, walau aku sadari aku bukan tipe gadis yang bisa ramah pada seorang laki-laki, atau dia yang tetap tersenyum manis seperti dulu walau aku tahu, seringkali aku  cuek bahkan tidak membalas senyumnya, tapi ternyata dia tetap saja berada disisiku, walau bisa dikatakan tidak dalam bentuk nyata. Sore itu untuk pertama kalinya kami mengobrol berdua, obrolannya yang ringan-ringan saja, sekedar tentang sekolah. Atau mungkin sebenarnya kami pernah mengobrol sebelumnya, tapi itu tak berkesan hingga aku lupa. Aku juga tidak tahu.

Mempercayai orang lain bagiku sangat sulit, apalagi pernah aku alami, yaitu teman dekatku hanya memanfaatkan kemampuanku saja selebihnya dibelakangku ternyata menjelek-jelekkanku. Itulah alasan mengapa diumurku yang menginjak 14 tahun ini, aku masih belum bisa bergaul dengan teman lawan jenis. Sesekali menyapa memang biasa, tapi untuk mengobrol atau bercerita lebih, sepertinya tidak.
Siang itu sepulang pembagian raport, aku mendengar suaranya yang memanggil namaku.
„Lindaaaaa…“
Sontak aku menengok kaget, hanya sekedar mengengok. Lalu kembali aku kayuh sepedaku. Dalam benakku, apa sebenarnya yang dia lakukan disana? Apakah ini hanya kebetulan bertemu atau dia memang sengaja menungguku.
Keesokan harinya, adiknya datang menghampiriku. Dia bercerita bahwa kemarin kakaknya memang sengaja menungguku, ingin mengetahui nilai raportku, atau jangan-jangan lebih tepatnya ingin mengobrol denganku. Memang ada sedikit rasa bersalah, pasti kesal rasanya sudah menunggu lama, sedangkan aku berlalu begitu saja. Lalu mau bagaimana? Aku yakin diapun tahu betul, bahwa aku tidak terbiasa atau lebih tepatnya tidak bisa mengobrol begitu saja dengan teman lawan jenis. Tapi anehnya dia tetap berada disisiku walau tak nyata.

Dan ini hari terakhirku tinggal didesa itu, walau aku tetap bersekolah disana, tapi aku tidak tinggal lagi disana melainkan aku kembali ke tempat dimana aku dulu dilahirkan. Tiba-tiba malam itu handphoneku berbunyi, ternyata dia mendapatkan nomor HPku dari saudaraku. Simpel sih isi pesannya „jaga diri baik-baik, i like u“. sepintas memang biasa saja, tapi setelah lama berpikir ternyata ada suatu pesan terselip dari ungkapan I like u. Dia suka aku? Apa yang dia suka dariku, aku yang cuek, yang selalu jutek dan tak perduli padanya. Tapi itulah, dia yang selalu setia berada disisiku tanpa aku sadari.

Esoknya aku telah pindah, aku kembali tinggal bersama orang tuaku, dan kembali aku terima pesan darinya. Aku tidak ingat betul apa pesannya, tapi intinya dia mengagumiku. Aku hanya menjawab iya dan terimakasih, dan entah apa yang terjadi, sejak saat itu kami dekat. Dan untuk pertama kalinya aku bisa percaya kepada seorang teman dari lawan jenis. Sempat dia bercerita bahwa ketika dia berumur 4 tahun, dia pernah melihatku sebelumnya dirumah itu, itu memang rumah nenekku dan sesekali aku menginap disana. Tapi aku sendiri baru mengenal dia saat aku pindah sekolah dan menjadi murid baru dikelasnya. Itupun hanya sekedar mengenal nama.

Waktu berlalu begitu cepat. Dan kini dia telah tumbuh menjadi sosok pria yang baik dan memiliki keistimewaan dimataku, ini penilaianku. Sesekali aku menghilang dari hidupnya, tapi ternyata dia tetap setia disisiku entah disadari atau tidak. Aku tidak tahu, bagaimana bisa dia selalu ada disisi seorang gadis sepertiku. Mungkin itu cinta, atau ketulusan, dan walau kembali aku meninggalkan dia jauh seperti dulu, tapi semuanya tetap sama, dia tetap ada disisiku walau tanpa aku minta.

Satu ungkapan yang mampu ku hadiahkan untuk ketulusannya selama 10 tahun belakangan ini. Jika waktuku tak cukup untuk menggapai mimpi bersamamu, maka biarkanku membawa namamu menuju surga-Nya dan menantimu disana bersama Para Pencinta sejati dalam naungan cinta-Nya.

Namun jika Allah mengijinkan nafas ini tetap berhembus, dan diri ini tetap berdiri bersama cinta dan iman yang Allah hadiahkan maka Sesungguhnya jarak dan keadaan yang memisahkan kita adalah anugrah, dari sana Allah menjauhkan kita dari perangkap-perangkap setan. Hingga suatu hari, dimana hari yang dinantikan semua perempuan dimuka bumi datang. Dan hari itu aku datang untuk menantimu mengikatku dalam ridha cinta-Nya.

1 Kommentar:

  1. The King Casino
    The 토토 king https://octcasino.com/ casino in Oklahoma offers a wide variety of games. The casino offers several 토토 사이트 추천 slots, poker, blackjack, and live games to choose communitykhabar from. We nba매니아 will also

    AntwortenLöschen