Samstag, 5. Mai 2012

Membuka Jendela Kehidupan


Terkadang aku sendiri bingung, aku masih mencari apa arti kehidupan sebenarnya. Pelajaran-pelajaran apa yang sebenarnya terkandung didalamnya. Aku selalu bertanya? Apakah seutuhnya ilmu yang aku pelajari di sekolah itu mampu aku pergunakan didalam jalannya kehidupan? Dan kini saat aku telah berjalan jauh sendiri. Akhirnya aku temukan titik-titik kejelasan. Sebuah ilmu kehidupan yang tidak kita dapatkan di sekolah. Andai semua orang memiliki waktu satu jam saja untuk membuka mata, membuka hati melihat disekililing kita. Cukup satu jam saja untuk membuka dan  membedah arti kehidupan.

Dulu aku bermimpi aku ingin menjadi seorang Dokter, supaya bisa menyembuhkan banyak orang. Tapi mungkin itu bukanlah jalanku, dan aku temukan jalan lain. Aku temukan jejak-jejak kehidupan yang selama ini aku cari. Saat aku belajar untuk menelusuri kehidupan, maka lambat laun aku temukan cahaya-cahaya harapan. Jika aku diminta untuk memilih lebih suka berteman dengan siapa, orang kaya kah atau orang yang tak beradakah? Maka jawabanku adalah aku akan memilih orang yang masih mengerti makna ketulusan dan keikhlasan. Sebaiknya kita tidak memandang teman dengan fisik, tapi coba pandanglah dari hatinya. Aku sudah pernah beberapa kali dikhianati, aku juga tidak mengerti kenapa ini terjadi? Kadang aku berpikir apakah aku terlalu baik ataukah aku yang bodoh?

Sebenarnya aku ingin menceritakan apa yang aku alami. Aku tak mengerti kenapa ini terjadi padaku? Perlahan aku dekati beberapa dari mereka yang aku temui dijalanan, aku kenali kehidupan mereka, aku coba pelajari dan akhirnya aku temukan kekuatan-kekuatan besar yang tidak aku miliki. Aku iri kepada mereka, yang kadang aku lihat mereka dihina, dicemooh, tapi mereka bisa tetap kuat, tegar berdiri diatas kaki mereka dan tetap berani menyongsong hangatnya mentari walau mereka tak pernah tahu apakah pagi ini mereka bisa sarapan walau hanya sesuap nasi saja untuk sekedar mengganjal perut atau seteguk air bersih untuk penghilang dahaga. Ternyata mereka sangat hebat bahkan lebih hebat dari yang aku bayangkan. Aku lihat senyum ketulusan dan keikhlasan diwajah mereka walau sesekali mereka mengeluh bahkan menangis, tapi mereka tetap berani menyongsong hari esok.

Aku tak tahu aku harus menjerit kepada siapa, aku hanya ingin agar kita sama-sama membuka mata, jika bukan kita lalu siapa lagi? Terkadang kembali aku teringat saat dulu aku hanya makan nasi dengan garam, sesekali aku mengeluh, tapi saat aku tatap mereka, airmataku tak terasa berlinang. Ini sangat indah teman, pelajaran yang mungkin tidak dapat kita perolah dibangku sekolah, yaitu turut merasakan penderitaan orang lain dan berusaha membagi yang kita miliki, berbagi itu banyak halnya, berbagi kebahagiaan dengan tertawa bersama, berbagi ilmu, berbagi dengan materi yang tlah Tuhan limpahkan berlebih kepada kita. Ternyata kehidupan itu hanya kepalsuan semata jika kita hanya memandang ke atas, terus berlari dan berlari tanpa sejenak saja berhenti dan merenung. Sering kali aku iri, saat aku lihat mereka sangat bahagia, ketika mereka memperolah uang walau hanya beberapa lembar uang seribuan, wajah mereka penuh syukur, kebahagian bagi mereka sangatlah sederhana tapi karena kesederhanaan itu yang membuatku iri. Aku tidur dikasur yang empuk, kamar yang cukup luas, dengan perlengkapan lainnya, tapi aku tahu belum tentu aku merasa lebih bahagia dari mereka. Kadang aku berpikir, mereka hanya ingin sekedar bisa membaca dan berhitung hanya itu saja, sekedar untuk mengerti dan mampu berkomunikasi dengan kehidupan luar. Tapi mereka tetap tersenyum penuh ketulusan dan keikhlasan. Bahkan hati mereka bening sangat bening.

Aku tak ingin mencela atau berteriak kepada para pejabat apalagi para koruptor, gertakan-gertakan sudah diluncurkan, tapi kebanyakan hati mereka telah membatu. Jika kita hanya terfokus pada mereka maka kita melupakan cahaya-cahaya harapan dari sahabat kita yang slalu berdoa agar kita memiliki waktu satu jam saja untuk mengerti kehidupan mereka. Berbagi itu indah kawan, itu pelajaran hidup yang aku dapati. Ternyata harta itu bukan segalanya, bahkan semakin banyak uang yang kita miliki, maka semakin tipis kenikmatan hidup yang kita peroleh. Bayangkan saja jika kita hanya memiliki satu handphone, maka handphone itu akan kita jaga sebaik mungkin, tapi berbeda rasanya jika kita memiliki 2 handphone atau bahkan lebih, maka rasanya handphone handphone itu biasa saja tanpa makna lebih, dan kita tidak lagi memiliki  rasa syukur telah memiliki handphone. Bagiku kehidupan yang sebenarnya ialah saat aku mampu tertawa dan menangis bersama orang-orang disekitarku.

Bermain dengan mereka ternyata menyenangkan, mereka terus tersenyum polos dan begitu ramah. Tapi jika aku teringat bahwa sebenarnya mereka ingin merasakan bangku sekolah, ingin menggali ilmu tapi ternyata itu hanya mimpi, lalu pernahkah kita berpikir sedikit saja kesana. Mungkin otak kita tidak sejenius Einstein atau Galileo. Tapi kita sama seperti para ilmuan lain sama-sama manusia yang ingin berarti bagi orang lain dan menghasilkan senyuman-senyuman indah dibibir mereka, maka cobalah dari hal kecil. Berhentilah sejenak untuk menatap mereka, mengenal mereka. Terus terfokus maka akan membuat hidupmu menjenuhkan. Kita punya mimpi, semua orang punya mimpi yang siap untuk digapai, tapi bukan berarti kita melupakan mereka. Jenuh jika hidup hanya mengenal satu hal, yaitu ambisi memperoleh sesuatu, padahal waktu yang sangat singkat ini harusnya dipergunakan untuk banyak hal yang belum kita jumpai, kita temukan. Bukankah perjalanan panjang kehidupan itu bertujuan untuk belajar, belajar banyak hal, banyak sekali yang terkadang waktu yang kita punya terasa sangat singkat. Maka sangatlah bodoh orang yang memutuskan untuk berhenti menyongsong hari esok.

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen