Donnerstag, 27. September 2012

Karena Bahagia itu Sederhana


Dulu aku selalu berharap bisa menjadi dokter atau pengusaha kaya raya. Kata mamah, dokter itu hidupnya bahagia, punya banyak uang, nggak akan merasakan sakitnya menahan lapar seperti kita, selalu bisa makan ena
k, makanan sehat dan bergizi, dan lagi terlihat hebat dimata orang-orang. Hingga aku benar-benar mantap ingin jadi dokter.

Aku belajar keras, berjuang untuk selalu menjadi yang terbaik dikelas, hingga dikeluarga besarku, seolah aku yang terbaik dan berprestasi. Tapi lama kelamaan pujian-pujian dari saudara-saudaraku, tetangga, teman-teman, bahkan guru-guru kini terasa hambar, bahkan lama-kelamaan aku muak. Sesekali aku ingin mengalami apa itu kata gagal, selama ini sepertinya aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku bosan, aku ingin merasakan seperti mereka, menangis saat nilai mereka kecil, terlihat bodoh saat diminta mengerjakan soal didepan kelas lalu tidak bisa. Bahkan akupun merasa muak, saat pada kenyataannya banyak yang berteman denganku hanya karena aku mampu membantunya mengerjakan PR.

Lagi-lagi aku bosan, hingga dua tahun terakhir ini aku sadari, bahwa bahagia itu begitu sederhana. Kini aku merasakan sendiri, saat aku tidak mempunyai uang, asalkan aku keluar rumah, hanya memandangi taburan rintik-rintik hujan, berlari ke kebun dibelakang rumah, lalu mengamati dedaunan dan bunga-bunga yang basah. Aku lihat mereka begitu bahagia bermandikan hujan, sesaat aku rasakan damai menjalar ke dalam jiwa. Atau sesekali saat aku lihat lalat, kupu-kupu atau lebah terjebak didalam rumah, terbang berputar-putar diantara jendela, berharap mampu kembali ke dunia luar, aku membukakan jendela dan melihatnya terbang bebas begitu tinggi, seolah pergi meninggalkan senyuman dan mengatakan terima kasih. Sungguh saat itu hatiku bahagia.

Akhirnya aku sadari, aku bukanlah orang seperti mereka, yang hidup menuntut dan mengejar sesuatu pada satu tujuan yaitu pekerjaan hebat yang menghasilkan banyak uang. Tapi yang aku tahu, aku ingin hidup dengan rasa bahagia, entah bahagia itu darimana asalnya, tapi aku bahagia saat aku melihat sahabatku berhasil, padahal saat itu aku yang gagal. Namun kegagalan itu yang mengajarkan banyak hal padaku. Dan iya pada akhirnya aku merasakan seperti apa itu kegagalan. Dia menangis, sahabatku menangis untukku. Dan saat aku telah tersenyum manis menikmati bagaimana rasanya sebuah kegagalan pertama dalam perjalanan hidupku, tiba-tiba hatiku teriris. Bukan, bukan karena aku merasa gagal, tapi karena ternyata ada orang yang aku sayang, yaitu sahabatku Endang menangis untukku.

Jika ada yang bertanya, hal apa yang paling aku benci dalam hidup ini. Maka aku akan jawab, saat aku melihat orang lain menangis karenaku atau menangis untukku. Sungguh aku merasa hatiku teriris, aku merasa aku adalah sebuah kesalahan. Padahal aku berharap saat aku menginjakkan kaki disebuah dataran, disebuah kerumunan, maka semua yang ada disekitarnya mampu tersenyum untukku, bukan malah menangis, atau ketika suatu hari aku pergi, aku ingin mereka juga tersenyum untukku, tersenyum untuk semua kenangan yang telah kita lalui bersama. Tapi pada kenyataannya memang semuanya tak selalu seperti yang kita inginkan dan harapkan. Ketika aku terjatuh, dari sana aku belajar untuk lebih kuat lagi dan belajar bagaimana caranya bangkit. Saat aku merasa seakan aku benar-benar sakit dan seolah tubuh ini tidak dalam kendaliku lagi, aku sadari betul memang suatu hari aku akan meninggalkan tubuh ini dan Tuhan akan mengambilnya kembali, sedangkan aku hanya sebuah ruh dengan hati dan pikiran yang Tuhan hadiahkan begitu indah.

Namun lagi-lagi mereka menangis saat aku terjatuh, atau saat tubuhku terbujur lemah tak berdaya, padahal aku benar-benar tak ingin melihat mereka menangis. Aku akan berharap tuli dan buta sesaat, saat aku harus melihat dan mendengar mereka menangis. Entah, namun bagiku didalam airmata tangis seseorang ada kekuatan terdasyat yang aku sendiri tak mampu mengelakkan itu. 
Dan sebenarnya satu yang aku harapkan saat aku merasa dalam keadaan terlemahku, cukup katakan padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Karena bahagia itu sederhana, saat aku membuka jendela, lalu udara sejuk pagi masuk berebut mengusir udara pengap malam didalam kamarku, aku rasa bahagia. Saat aku menikmati terbitnya mentari, melihat cahayanya yang mulai mengusir gelap malam dan kehangatan tulus, aku rasa bahagia. Saat air wudhu membasahi anggota tubuhku, mengusir debu yang menempel dan panas terik siang, menyalurkan kesegaran, akupun bahagia. Atau saat aku lihat seseorang terjatuh, dan aku mampu mebantunya berdiri, aku akan tersenyum untukku dan utuknya karena aku merasa aku bahagia. Senyummu, senyum kalian dan senyummu mereka, juga mampu membuatku selalu tersenyum untuk hidupku.

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen