Dienstag, 20. März 2012

Selamanya Papah Tetap Pahlawanku



Aku termangu di dekat jendela kamarku, sembari memikirkan mimpiku untuk ke jerman. ”Bagaimana caraku mendapatkan uang untuk biayaku menuju Jerman”. aku lihat uang tabunganku, ternyata hanya ada 2 lembar uang seratus ribuan dan 6 lembar lima puluh ribuan. ”Ini mana cukup untuk mengurus pasporku”. Apa yang harus aku lakukan. Terbesit untuk mencari kerja, tapi kerja apa. Aku bingung, apa yang bisa dilakukan anak lulusan SMA sepertiku.
Tiba-tiba ada mengetuk pintu kamarku. Suara ketukan pintu menyadarkanku dari lamunanku. ”Ya sebentar”. Serasa malas melangkahakan kaki menuju pintu. Saat pintu terbuka. ”Eh papah, masuk pah”.
“Ra ada yang mau papah bicarakan, tentang masa depanmu”.
“Apa pah?”
“Mungkin impianmu untuk ke Jerman akan tertunda, bagaimana kalau kamu berangkat kesana tahun depan saja?”
“Maksud papah apa? Clara nggak ngerti”
“Ra, papah minta maaf sebelumnya, kamu tahu kan kalau papah mengidap penyakit usus buntu? Dan ternyata penyakit papah tambah parah, papah harus segera di operasi. Dan uang untuk biaya kamu ke Jerman akan papah pakai dulu. Maafkan papah nak, andai kita nggak hidup miskin mungkin kamu dapat menggapai mimpi-mimpimu dengan mudah. Kamu tahu kan setelah operasi papah harus istirahat selama 7 bulan dan kamu yang harus bantu mamah untuk mengurus warung, karena hanya itu satu-satunya sumber penghasilan kita. Papah minta maaf nak.”
Aku hanya terdiam, tertunduk. Seperti ada beban yang sangat berat yang nenimpa pundakku. Aku berusaha menahan tangis.
“Pah tinggalkan Rara sendiri”
“Maafkan papah nak.”
Perlahan papah melangkahkan kaki, pergi menjauh dariku. Terdengar denyit suara pintu kamarku. Saat aku yakin papah telah pergi meninggalkan kamarku. Tangisku membuncah. Apa yang telah tejadi, dalam hitungan detik mimpiku terenggut begitu saja, adakah keadilan untukku. Aku masih belum rela melepas semua perjuanganku begitu saja tapi kenyataan ini terlalu pahit untuk di sesali. Apa mungkin ini yang terbaik menurutMu?
Aku berusaha bangkit dari mimpi yang serasa menjeratku. Aku teguhkan hati bahwa tahun depan aku pasti akan berangkat. Tapi semua ini terlalu berat untuk aku yakini. Ya Allah aku yakin, ini adalah KuasaMu. Pasti akan ada hikmah di balik semua ini. Walau aku terlalu takut untuk mengingat, bahwa dalam waktu dekat ini aku juga akan di operasi. Kaki kananku terkena tumor. Tak ada pilihan lain selain di operasi. Saat ini aku benar-benar terpuruk, hanya iman yang selalu menguatkanku. Aku sempat berfikir, aku  tak pantas untuk Deny, terlalu banyak yang telah dia korbankan hanya untuk cewek penyakitan sepertiku. Ingin aku menjauh tapi hatiku menjerit, siapa yang akan ada untuk menyeka airmataku, untuk menghiburku, untuk menjagaku dalam ketakutanku.
 Saat aku merasa sedikit kedamaian, aku mulai dapat berfikir jernih. Aku tak kuasa jika harus mengatakannya langsung pada papah. Aku tulis pesan singkat untuk papah via SMS. “Pah, Clara akan ada disini sampai papah sembuh. Clara ikhlas pah, mengundur mimpi-mimpi Clara untuk kesembuhan papah. Clara yakin akan ada hikmah di balik semua ini. Clara baik-baik aja kok pah, Clara percaya Allah telah mempersiapkan yang terbaik untuk Clara.”
Padahal saat mengetik pesan itu, air mataku terus berlinang. Ada luka mendalam dihati ini. Tapi ada secercah kebahagiaan yang membuatku damai. Mungkin ini yang terbaik. Kapan lagi aku dapat berbakti pada orang tuaku.
Tiba-tiba ada pesan masuk. Saat aku lihat. Itu pesan dari papah.
“Ra, makasih sayang. Kamu memang anak kebanggan papah. Maafkan papah. Selama ini kamu telah banyak menderita. Tapi kamu selamanya menjadi anak kebanggaan papah. Jangan pernah menangis karena ini. Papah tahu saat ini kamu sedang menangis, bulir bening dari matamu telah membanjiri hati papah. Papah perih melihat kamu seperti ini. Kamu adalah anak yang paling tegar yang papah kenal. Makasih banyak sayang.”
Selesai membaca pesan itu, aku segera berlari keluar dari kamarku, menuruni tangga dan menuju kamar papah. Di sana papah sedang menatap keluar jendela, melihat hujan yang sangat lebat. Seprti hujan air mataku. Aku Segera memeluk papah dari belakang. Aku cium kepala papah. Aku membisikkan sesuatu walau terdengar parau
“Pah, Clara sayang papah. Walau bagaimanapun keadaan papah. Papah tetap pahlawan untuk Rara, papah tetap sumber kekuatan Rara untuk menghadapi hidup ini. Papah harus janji papah pasti Sembuh. Karena suati hari Rara akan persembahkan gelar sarjana yang Rara dapatkan di Jerman. Papah juga harus janji saat anakmu tercinta ini menikah, papah yang akan melepaskan Rara kepada suami Rara, dan kelak suatu hari Rara akan persembahkan cucu yang paling lucu untuk papah. Papah harus sembuh. Rara sayang papah.”
“ jangan menangis lagi Sayang, papah juga sayang kamu. Papah pasti sembuh untukmu.”

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen