Oh yah teman, aku mau cerita
hal yang terlupakan. Percayakah kalian kawan? Saat aku pertama kali menginjakan
kaki disini, aku tak membawa uang sepeserpun. Tidak sama sekali, aku hanya
bermodal nekad, tapi aku masih bersyukur karena saat aku meminta keluarga
asuhku mebelikan tiket pesawat dengan catatan mereka bisa memotong uang sakuku
setiap bulannya, alhamdulillah dengan seijin Allah dia mempercayaiku dan
membelikan tiket untukku. Percaya tidak?
Aku hanya berkenalan dengan mereka lewat chating di Facebook dan e-mail dalam kurun waktu 1 bulan. Seakan mustahil mereka bisa mempercayaiku dan membelikanku tiket, tapi kawan, kita harus selalu ingat, tak pernah ada yang mustahil di dunia ini selama kita percaya Allah itu ada dan Dia Yang Maha Kuasa. Ingin aku menangis setiap aku membuka SMS dari teman-temanku. Sepertinya aku yang terlalu jahat, aku tak memberi tahu mereka kapan tepatnya aku berangkat, aku tak berpamitan dengan mereka, maafkan aku, karena memang semuanya mendadak. Aku hanya memiliki waktu sebulan untuk mempersiapkan semuanya, bahkan aku sendiri tak diberi kesempatan bertemu dengan orang yang slalu menjadi inspirasiku, dia yang berjanji datang ke Bandara untuk melepas kepergianku, tapi ternyata lagi-lagi hanya sebuah janji yang memang tak mampu terpenuhi, walau aku sadari ini bukan inginnya, tapi keadaan yang tak memungkinkan.
Aku hanya berkenalan dengan mereka lewat chating di Facebook dan e-mail dalam kurun waktu 1 bulan. Seakan mustahil mereka bisa mempercayaiku dan membelikanku tiket, tapi kawan, kita harus selalu ingat, tak pernah ada yang mustahil di dunia ini selama kita percaya Allah itu ada dan Dia Yang Maha Kuasa. Ingin aku menangis setiap aku membuka SMS dari teman-temanku. Sepertinya aku yang terlalu jahat, aku tak memberi tahu mereka kapan tepatnya aku berangkat, aku tak berpamitan dengan mereka, maafkan aku, karena memang semuanya mendadak. Aku hanya memiliki waktu sebulan untuk mempersiapkan semuanya, bahkan aku sendiri tak diberi kesempatan bertemu dengan orang yang slalu menjadi inspirasiku, dia yang berjanji datang ke Bandara untuk melepas kepergianku, tapi ternyata lagi-lagi hanya sebuah janji yang memang tak mampu terpenuhi, walau aku sadari ini bukan inginnya, tapi keadaan yang tak memungkinkan.
Oktoberfest 2010
Tahukah kawan saat di
Bandara, saat tiba waktunya aku harus pergi, orang yang pertama aku peluk
adalah papah, dia selalu jadi sumber kekuatanku. Tak sedikitpun terlihat
airmata dipelupuk matanya, tapi dekapannya yang hangat dan penuh sayang seakan
mengakatakan, jadilah wanita yang kuat, raih mimpimu sayang, doaku slalu
menyertaimu. Aku hanya mampu menatap matanya dan perlahan pelukannya terlepas.
Kedua adalah mamah, mata mamah yang mulai merah, aku tersenyum manis didepannya,
petualanganku baru dimulai mah, doakan aku slalu. Aku cium pipinya, aku peluk,
ingin aku katakan terima kasih mamah untuk semua hal. Ketiga adalah bibiku, dia
adalah mamah kedua bagiku. Bibi memang memiliki hati yang sangat lembut hingga
dia tak pernah mampu mengatur airmatanya, saat aku akan memeluknya, aku tatap
dia, raut wajahnya telah merah berurai airmata, dia memelukku erat, sangat
erat, menciumiku seakan aku tak akan pernah kembali lagi, bibi aku bukan lagi
linda kecilmu, semuanya akan dimulai dari sini, Iyah dari sini. Semua keluarga
telah berpelukan denganku, tidak kawan, tidak ada sedikitpun airmataku menetes
didepan mereka, aku berusaha sekuatku untuk tidak menangis, seperti papah yang
selalu kuat dihadapanku. Hingga aku menghilang dibalik tembok, barulah
airmataku berlinang, kamu bisa kuat Nda, ini awal dari mimpimu.
Meine Familie
Sesampai disini begitu
banyak SMS yang masuk di inbox HPku, ada yang mengatakan aku tega karena tak
berpamitan, ada yang berisi doa, tapi yang paling berkesan adalah ada seorang
teman yang mengirimkan pesan, „Semangat kawan, petualanganmu telah dimulai,
sekarang kamu mampu berlari dan terus bernyanyi sesuka hatimu. Aku menanti
kesuksesanmu“. Yah benar semuanya dimulai disini, disudut kota München.
Orang-orang selalu
mengatakan, „Linda udah jadi orang sukses yah?“ SUKSES? Sukses itu apa sih
dimata kalian kawan? Bagiku aku hanya kerikil kecil yang tersungkur dipojok
bumi tak berarti apa-apa. Lalu dari sudut mana kalian melihat kesuksesanku?
Petualanganku saja baru dimula, ini baru awal. Aku disini bukan siapa-siapa,
aku tak lebih hanya seorang babysister yang bekerja dan uangnya aku pakai untuk
biaya sekolah bahasaku dan separuhnya aku tabung untuk persiapan kuliahku nanti.
Lalu apa yang sukses? Aku menginjakan kaki di tanah Jerman tanpa membawa uang
sepeserpun, malah mengemban hutang tiket pesawat. Lalu sukses apa yang kalian
maksud? Kalian melihat semuanya hanya dari luar, dari hasil, tapi tak pernah
melihat dari sudut nyata dan proses. Itu yang sangat sering kita lupakan. Yaitu
dari sudut kenyataan dan prosesnya. Mimpi besar membutuhkan pengorbanan dan
usaha yang besar. Proses yang begitu sulit.
Oktoberfest 2011 with friends
Tak terasa satu tahun hampir
berlalu, taukah kalian kawan? Jika visaku hanya berlaku 1 tahun, untuk
memperpanjang visaku aku membutuhkan uang kurang lebih 100 juta rupiah. Ya
Allah, aku tak punya tabungan sebanyak itu, tabunganku telah terpakai untuk
sekolahku dan mengirimkan sedikit kepada keluargaku di Indonesia. Aku hampir
putus asa, aku tak ingin pindah ke Austria, walau waktu tahun baru kemarin kami
merayakan tahun baru di Austria, karena saat itu kami liburan 2 minggu disana.
Jika aku atau teman-teman Indonesia yang ada di Jerman telah pindah ke Austria untuk kembali
menyandang visa sebagai Au-pair. Rata-rata sulit untuk kembali ke Jerman, maka
dari itu. Pokoknya jangan sampai aku pindah ke Austria. Aku menangis, berdoa
mengharapkan kemurahan-Nya. Dan Allah memang tak pernah tidur, Allah mendengar
doaku. Alhamdulillah keluarga asuhku telah sayang padaku, mereka menjaminku dan
aku telah mendapatkan visa baru sebagai pelajar sekolah bahasa, dan berkah yang
lain adalah, biasanya teman-temanku hanya mendapatkan visa 1 tahun, tapi aku
mendapatkan visa 15 bulan. Puji Syukur Ya Allah, Engkau slalu menjadi
penolongku.
Oktoberfest 2011 with Family
Aku bahagia tinggal
dikeluarga ini, karena aku diperlakukan seperti keluarga mereka sendiri, saat
aku sakit mereka masak untukku, membelikan obat, kami slalu makan dalam satu
meja, tak jarang kami pergi ke bioskop sama-sama, tidur sama-sama, bahkan saat
hanya aku dan adik-adik di rumah, kami disuruh tidur bersama dikamar ibu
angkatku. Aku merasakan kasih sayang
disini, kasih sayang yang membuatku tak merasa kesepian lagi.
Naik Kemidi putar bersama adik-adik
Oh yah suatu hari saat aku
disekolah bahasa, aku punya guru baru, seorang bapak-bapak mungkin umurnya
sekitar 40 tahun ke atas. Aku tak tahu pastinya, orangnya sangat tegas, tak
suka murid terlambat dan yang mebuatku sempat sebal, biasanya guru-guru yang
lain yang aku kenal, jika kita tidak mengerti arti sebuah kata, kita bisa buka
kamus seenaknya. Nah ini, dia tidak bilang kalau kita nggak boleh buka kamus,
saat itu hari pertama masuk sekolah setelah liburan, mana telat karena sempat
tersesat, untungnya dia memaklumi karena ini hari pertama dan aku juga mengatakan
bahwa aku sempat tersesat. Pelajaran pertama adalah diskusi, aku dapat teman
diskusi seorang pria umur 27 tahunan, dia berasal dari Turki. Jujur yah kalau
boleh bilang, orangnya ngebosenin, monoton, pasiv, liat kelompok yang lain
masih ngobrol, nah kita berdua udah diem, yah lagian ngebosenin banget, masa
harus aku terus yang tanya, udah gitu dia jawabnya singkat-singkat lagi,
padahal gurunya udah ngomong supaya banyak ngomong karena memang bab pertama
itu bab bicara. Setelah itu, pas lagi bahas tentang pertanyaan-pertanyaan
dibuku, ada satu kata yang nggak aku ngeri, aku repleks buka kamus, eh malah
kena marah. Jadi di jam pelajarannya dia, kita cuma boleh buka kamus kalau
disuruh sama dia, nah trus kalau nggak ngerti gimana? Eh kata dia suruh tanya
sama tetangga, mending tetangganya tau, tetangga yang Turki aja udah nyebelin
duluan. Ah males. Akhirnya punya ide, di rumah harus baca-baca bab yang akan
datang terus cari kata-kata yang nggak ngerti dan diartikan dhe, biar nggak
terulang lagi kejadian seperti ini. Temen-temen yang lain juga bilang ko,
gurunya killer abis.
Teman-teman sekelas B2.2
Tapi pemikiranku tentang
guru ini berubah, suatu hari saat 1 jam terakhir sebelum pulang, kita
mendapatkan tugas untuk membuat riwayat hidup. Riwayat hidup yah? Hal apa yang
berarti dihidupku? Aku hanya tamatan SMA, pernah jadi Au-pair dan sekarang
pelajar sekolah bahasa. Tak ada yang spesial dalam hidupku, melihat riwayat
hidup tetangga disamping kananku, namanya Sarah, umurnya sekitar 27 tahun, dia
orang USA lulusan S1 jurnalistik, 1 halaman penuh selesai ditulisnya. Disamping
kiriku ada Aisyah, dia berasal dari India, tak beda jauh umurnya dengan Sarah
dan dia adalah seorang Insinyur, riwayat hidupnya pun hampir memenuhi 1
halaman. Aku kembali melihat riwayat hidupku, tak lebih dari 10 baris, apa yang
mampu aku tulis lagi. Tak ada pengalaman apa-apa. Siapa yang telah selesai
boleh pulang duluan, satu persatu teman telah pergi meninggalkan kelas,
sedangkan aku masih tertegun dengan tugas riwayat hidupku. Bukan karena aku
belum selesai dengan tugasku, tapi karena pikiranku sedang melayang, aku hanya
mampu tertunduk lesu melihat kertas didepanku, hingga hanya aku sendiri yang
ada dikelas itu. Aku memang yang termuda dikelas itu, semua yang belajar bahasa
jerman adalah mereka yang ingin melanjutkan S2 atau untuk pekerjaan mereka,
sedangkan aku? Aku baru akan memulai semuanya. Tiba-tiba guru yang super killer
itu mendekatiku, mungkin sejak tadi dia memperhatikanku, toh jam pelajaranpun
belum berakhir, jadi aku masih bisa tinggal dikelas. Tak aku sangka dia menepuk
pundakku, mengajakku bercerita, dan aku mulai bercerita bahwa aku tak lebih
hanyalah gadis pemimpi yang tak tau diri, yang ingin meraih mimpi hebat, aku
tak ingin menyusahkan orang tuaku, aku benar-benar memulai semuanya dari 0, datang
kesini tanpa membawa uang sepeserpun. Tapi apa aku salah? Apa aku salah, jika
aku yang tak lebih hanya kerikil kecil yang tersungkur disudut bumi dan tak
berarti ini memiliki mimpi untuk berubah menjadi kerikil permata yang mahal
harganya. Seolah dia ingin memelukku, tapi dia tahu bahwa mungkin aku tak suka
itu, dia menggenggam erat tanganku dan berkata, „Linda, berusahalah serajin dan
semaksimal mungkin, aku yakin kamu mampu meraih mimpimu, jika kamu membutuhkan
bantuan, kamu bisa menghubungiku“. Lalu dia pergi sembari mengambil kertas
tugasku, meninggalkan aku yang masih terkaget akan dia. Iyah dia kawan, dia
guru yang super galak, killer, dan disiplin yang pernah aku temui, ternyata
memiliki hati yang sangat lembut, lembut sekali. Kasih sayang seorang ayah
terpancar dari dirinya. Dan semenjak hari itu aku semakin semangat mengikuti pelajarannya,
dan seolah-olah dia lebih ramah kepadaku, ramah sekali. Jika pulang sekolah,
dia slalu tersenyum, senyumnya adalah semangat baru untukku.
Hidup dalam pandanganku
adalah suatu pilihan, semakin hebat pilihan hidup kita maka semakin besar
resiko yang harus kita tanggung. Aku paling benci keputus asaan. Kita yang
memilih mimpi yang hebat hanyalah kita orang-orang yang pemberani, hasil apapun
yang kita akan peroleh nanti biarkan menjadi rahasia waktu tapi yang terpenting
adalah setidaknya kita pernah berusaha untuk meraihnya dan aku yakin hasil itu
tak akan jauh dari prosesnya, semakin maksimal proses yang dijalani maka
hasilnya pun akan maksimal, tapi jika memang pada akhirnya tidak sesuai
pandangan, setidaknya kita pernah mencoba dan kita tahu bagaimana usaha kita
untuk meraih mimpi tersebut. Ingatlah hidup kita hanya sekali, waktu terus
berjalan dan takkan terulang, maka pergunakan waktu muda kita sebaik mungkin.
Ingatlah selalu janji Allah, Allah tak akan pernah mengecewakan hamba-hamba-Nya
yang slalu percaya akan kemurahan-Nya.
Melangkah meniti jalan harapan
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen