Dienstag, 20. März 2012

Catatanku Part 3


Oh yah teman, aku mau cerita hal yang terlupakan. Percayakah kalian kawan? Saat aku pertama kali menginjakan kaki disini, aku tak membawa uang sepeserpun. Tidak sama sekali, aku hanya bermodal nekad, tapi aku masih bersyukur karena saat aku meminta keluarga asuhku mebelikan tiket pesawat dengan catatan mereka bisa memotong uang sakuku setiap bulannya, alhamdulillah dengan seijin Allah dia mempercayaiku dan membelikan tiket untukku. Percaya tidak?
Aku hanya berkenalan dengan mereka lewat chating di Facebook dan e-mail dalam kurun waktu 1 bulan. Seakan mustahil mereka bisa mempercayaiku dan membelikanku tiket, tapi kawan, kita harus selalu ingat, tak pernah ada yang mustahil di dunia ini selama kita percaya Allah itu ada dan Dia Yang Maha Kuasa. Ingin aku menangis setiap aku membuka SMS dari teman-temanku. Sepertinya aku yang terlalu jahat, aku tak memberi tahu mereka kapan tepatnya aku berangkat, aku tak berpamitan dengan mereka, maafkan aku, karena memang semuanya mendadak. Aku hanya memiliki waktu sebulan untuk mempersiapkan semuanya, bahkan aku sendiri tak diberi kesempatan bertemu dengan orang yang slalu menjadi inspirasiku, dia yang berjanji datang ke Bandara untuk melepas kepergianku, tapi ternyata lagi-lagi hanya sebuah janji yang memang tak mampu terpenuhi, walau aku sadari ini bukan inginnya, tapi keadaan yang tak memungkinkan.
Oktoberfest  2010

Tahukah kawan saat di Bandara, saat tiba waktunya aku harus pergi, orang yang pertama aku peluk adalah papah, dia selalu jadi sumber kekuatanku. Tak sedikitpun terlihat airmata dipelupuk matanya, tapi dekapannya yang hangat dan penuh sayang seakan mengakatakan, jadilah wanita yang kuat, raih mimpimu sayang, doaku slalu menyertaimu. Aku hanya mampu menatap matanya dan perlahan pelukannya terlepas. Kedua adalah mamah, mata mamah yang mulai merah, aku tersenyum manis didepannya, petualanganku baru dimulai mah, doakan aku slalu. Aku cium pipinya, aku peluk, ingin aku katakan terima kasih mamah untuk semua hal. Ketiga adalah bibiku, dia adalah mamah kedua bagiku. Bibi memang memiliki hati yang sangat lembut hingga dia tak pernah mampu mengatur airmatanya, saat aku akan memeluknya, aku tatap dia, raut wajahnya telah merah berurai airmata, dia memelukku erat, sangat erat, menciumiku seakan aku tak akan pernah kembali lagi, bibi aku bukan lagi linda kecilmu, semuanya akan dimulai dari sini, Iyah dari sini. Semua keluarga telah berpelukan denganku, tidak kawan, tidak ada sedikitpun airmataku menetes didepan mereka, aku berusaha sekuatku untuk tidak menangis, seperti papah yang selalu kuat dihadapanku. Hingga aku menghilang dibalik tembok, barulah airmataku berlinang, kamu bisa kuat Nda, ini awal dari mimpimu.
Meine Familie

Sesampai disini begitu banyak SMS yang masuk di inbox HPku, ada yang mengatakan aku tega karena tak berpamitan, ada yang berisi doa, tapi yang paling berkesan adalah ada seorang teman yang mengirimkan pesan, „Semangat kawan, petualanganmu telah dimulai, sekarang kamu mampu berlari dan terus bernyanyi sesuka hatimu. Aku menanti kesuksesanmu“. Yah benar semuanya dimulai disini, disudut kota München.
Orang-orang selalu mengatakan, „Linda udah jadi orang sukses yah?“ SUKSES? Sukses itu apa sih dimata kalian kawan? Bagiku aku hanya kerikil kecil yang tersungkur dipojok bumi tak berarti apa-apa. Lalu dari sudut mana kalian melihat kesuksesanku? Petualanganku saja baru dimula, ini baru awal. Aku disini bukan siapa-siapa, aku tak lebih hanya seorang babysister yang bekerja dan uangnya aku pakai untuk biaya sekolah bahasaku dan separuhnya aku tabung untuk persiapan kuliahku nanti. Lalu apa yang sukses? Aku menginjakan kaki di tanah Jerman tanpa membawa uang sepeserpun, malah mengemban hutang tiket pesawat. Lalu sukses apa yang kalian maksud? Kalian melihat semuanya hanya dari luar, dari hasil, tapi tak pernah melihat dari sudut nyata dan proses. Itu yang sangat sering kita lupakan. Yaitu dari sudut kenyataan dan prosesnya. Mimpi besar membutuhkan pengorbanan dan usaha yang besar. Proses yang begitu sulit.
Oktoberfest 2011 with friends

Tak terasa satu tahun hampir berlalu, taukah kalian kawan? Jika visaku hanya berlaku 1 tahun, untuk memperpanjang visaku aku membutuhkan uang kurang lebih 100 juta rupiah. Ya Allah, aku tak punya tabungan sebanyak itu, tabunganku telah terpakai untuk sekolahku dan mengirimkan sedikit kepada keluargaku di Indonesia. Aku hampir putus asa, aku tak ingin pindah ke Austria, walau waktu tahun baru kemarin kami merayakan tahun baru di Austria, karena saat itu kami liburan 2 minggu disana. Jika aku atau teman-teman Indonesia yang ada di Jerman  telah pindah ke Austria untuk kembali menyandang visa sebagai Au-pair. Rata-rata sulit untuk kembali ke Jerman, maka dari itu. Pokoknya jangan sampai aku pindah ke Austria. Aku menangis, berdoa mengharapkan kemurahan-Nya. Dan Allah memang tak pernah tidur, Allah mendengar doaku. Alhamdulillah keluarga asuhku telah sayang padaku, mereka menjaminku dan aku telah mendapatkan visa baru sebagai pelajar sekolah bahasa, dan berkah yang lain adalah, biasanya teman-temanku hanya mendapatkan visa 1 tahun, tapi aku mendapatkan visa 15 bulan. Puji Syukur Ya Allah, Engkau slalu menjadi penolongku.
Oktoberfest 2011 with Family

Aku bahagia tinggal dikeluarga ini, karena aku diperlakukan seperti keluarga mereka sendiri, saat aku sakit mereka masak untukku, membelikan obat, kami slalu makan dalam satu meja, tak jarang kami pergi ke bioskop sama-sama, tidur sama-sama, bahkan saat hanya aku dan adik-adik di rumah, kami disuruh tidur bersama dikamar ibu angkatku.  Aku merasakan kasih sayang disini, kasih sayang yang membuatku tak merasa kesepian lagi.
Naik Kemidi putar bersama adik-adik


Oh yah suatu hari saat aku disekolah bahasa, aku punya guru baru, seorang bapak-bapak mungkin umurnya sekitar 40 tahun ke atas. Aku tak tahu pastinya, orangnya sangat tegas, tak suka murid terlambat dan yang mebuatku sempat sebal, biasanya guru-guru yang lain yang aku kenal, jika kita tidak mengerti arti sebuah kata, kita bisa buka kamus seenaknya. Nah ini, dia tidak bilang kalau kita nggak boleh buka kamus, saat itu hari pertama masuk sekolah setelah liburan, mana telat karena sempat tersesat, untungnya dia memaklumi karena ini hari pertama dan aku juga mengatakan bahwa aku sempat tersesat. Pelajaran pertama adalah diskusi, aku dapat teman diskusi seorang pria umur 27 tahunan, dia berasal dari Turki. Jujur yah kalau boleh bilang, orangnya ngebosenin, monoton, pasiv, liat kelompok yang lain masih ngobrol, nah kita berdua udah diem, yah lagian ngebosenin banget, masa harus aku terus yang tanya, udah gitu dia jawabnya singkat-singkat lagi, padahal gurunya udah ngomong supaya banyak ngomong karena memang bab pertama itu bab bicara. Setelah itu, pas lagi bahas tentang pertanyaan-pertanyaan dibuku, ada satu kata yang nggak aku ngeri, aku repleks buka kamus, eh malah kena marah. Jadi di jam pelajarannya dia, kita cuma boleh buka kamus kalau disuruh sama dia, nah trus kalau nggak ngerti gimana? Eh kata dia suruh tanya sama tetangga, mending tetangganya tau, tetangga yang Turki aja udah nyebelin duluan. Ah males. Akhirnya punya ide, di rumah harus baca-baca bab yang akan datang terus cari kata-kata yang nggak ngerti dan diartikan dhe, biar nggak terulang lagi kejadian seperti ini. Temen-temen yang lain juga bilang ko, gurunya killer abis.
Teman-teman sekelas B2.2

Tapi pemikiranku tentang guru ini berubah, suatu hari saat 1 jam terakhir sebelum pulang, kita mendapatkan tugas untuk membuat riwayat hidup. Riwayat hidup yah? Hal apa yang berarti dihidupku? Aku hanya tamatan SMA, pernah jadi Au-pair dan sekarang pelajar sekolah bahasa. Tak ada yang spesial dalam hidupku, melihat riwayat hidup tetangga disamping kananku, namanya Sarah, umurnya sekitar 27 tahun, dia orang USA lulusan S1 jurnalistik, 1 halaman penuh selesai ditulisnya. Disamping kiriku ada Aisyah, dia berasal dari India, tak beda jauh umurnya dengan Sarah dan dia adalah seorang Insinyur, riwayat hidupnya pun hampir memenuhi 1 halaman. Aku kembali melihat riwayat hidupku, tak lebih dari 10 baris, apa yang mampu aku tulis lagi. Tak ada pengalaman apa-apa. Siapa yang telah selesai boleh pulang duluan, satu persatu teman telah pergi meninggalkan kelas, sedangkan aku masih tertegun dengan tugas riwayat hidupku. Bukan karena aku belum selesai dengan tugasku, tapi karena pikiranku sedang melayang, aku hanya mampu tertunduk lesu melihat kertas didepanku, hingga hanya aku sendiri yang ada dikelas itu. Aku memang yang termuda dikelas itu, semua yang belajar bahasa jerman adalah mereka yang ingin melanjutkan S2 atau untuk pekerjaan mereka, sedangkan aku? Aku baru akan memulai semuanya. Tiba-tiba guru yang super killer itu mendekatiku, mungkin sejak tadi dia memperhatikanku, toh jam pelajaranpun belum berakhir, jadi aku masih bisa tinggal dikelas. Tak aku sangka dia menepuk pundakku, mengajakku bercerita, dan aku mulai bercerita bahwa aku tak lebih hanyalah gadis pemimpi yang tak tau diri, yang ingin meraih mimpi hebat, aku tak ingin menyusahkan orang tuaku, aku benar-benar memulai semuanya dari 0, datang kesini tanpa membawa uang sepeserpun. Tapi apa aku salah? Apa aku salah, jika aku yang tak lebih hanya kerikil kecil yang tersungkur disudut bumi dan tak berarti ini memiliki mimpi untuk berubah menjadi kerikil permata yang mahal harganya. Seolah dia ingin memelukku, tapi dia tahu bahwa mungkin aku tak suka itu, dia menggenggam erat tanganku dan berkata, „Linda, berusahalah serajin dan semaksimal mungkin, aku yakin kamu mampu meraih mimpimu, jika kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungiku“. Lalu dia pergi sembari mengambil kertas tugasku, meninggalkan aku yang masih terkaget akan dia. Iyah dia kawan, dia guru yang super galak, killer, dan disiplin yang pernah aku temui, ternyata memiliki hati yang sangat lembut, lembut sekali. Kasih sayang seorang ayah terpancar dari dirinya. Dan semenjak hari itu aku semakin semangat mengikuti pelajarannya, dan seolah-olah dia lebih ramah kepadaku, ramah sekali. Jika pulang sekolah, dia slalu tersenyum, senyumnya adalah semangat baru untukku.

Hidup dalam pandanganku adalah suatu pilihan, semakin hebat pilihan hidup kita maka semakin besar resiko yang harus kita tanggung. Aku paling benci keputus asaan. Kita yang memilih mimpi yang hebat hanyalah kita orang-orang yang pemberani, hasil apapun yang kita akan peroleh nanti biarkan menjadi rahasia waktu tapi yang terpenting adalah setidaknya kita pernah berusaha untuk meraihnya dan aku yakin hasil itu tak akan jauh dari prosesnya, semakin maksimal proses yang dijalani maka hasilnya pun akan maksimal, tapi jika memang pada akhirnya tidak sesuai pandangan, setidaknya kita pernah mencoba dan kita tahu bagaimana usaha kita untuk meraih mimpi tersebut. Ingatlah hidup kita hanya sekali, waktu terus berjalan dan takkan terulang, maka pergunakan waktu muda kita sebaik mungkin. Ingatlah selalu janji Allah, Allah tak akan pernah mengecewakan hamba-hamba-Nya yang slalu percaya akan kemurahan-Nya.

Melangkah meniti jalan harapan

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen