Rathaus am Marienplatz, München, Bayern German
Siang itu tepat pukul 14.00
aku telah tiba di Bandara Munich, aku benar-benar gerogi, ini pertama kalinya
aku melakukan perjalanan menggunakan pesawat dan sendirian.
Selama perjalanan, aku lebih banyak tidur, aku sampai tak terpikir bahwa sebenarnya aku membawa buku bacaan di tas ranselku. Ah, begitu banyak waktu terbuang sia-sia, 18 jam perjalanan tanpa menghasilkan apa-apa, menyesalnya. Aku turun dari pesawat, pemeriksaan visa dan paspor sedikit terhambat, ditanyai macam-macam, mungkin karena fotoku di paspor tanpa jilbab, sedangkan aku memakai jilbab, alhamdulillah aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Mencari pintu exit, ih mana sih pintunya, sebel banget, ngikutin orang aja dhe, eh sempet salah harusnya belok, malah lurus aja. Keluar dari ruangan itu, untungnya aku bertemu sama mba Nisa, mba Nisa ikut menjemput karena Ijazahnya ada padaku, dia menitip, katanya dia mau pindah ke Austria, jangan sampai aku juga seperti dia, aku nggak pernah kepikiran tinggal di Austria. Dan tiba-tiba ada wanita muda yang cantik, manis, baik hati dengan style yang selalu update menggandeng seorang anak manis, dia itu ibu asuhku, namanya Katrin dan anaknya bernama Marie, lalu dimana Moritz? Selama perjalanan, Katrin mengajakku sedikit berbincang-bincang, tapi aku benar-benar lelah, bayangkan 18 jam perjalanan, ini perjalanan terlama seumur hidupku, yang ada di otakku saat itu adalah ingin segera makan, mandi dan tidur.
Selama perjalanan, aku lebih banyak tidur, aku sampai tak terpikir bahwa sebenarnya aku membawa buku bacaan di tas ranselku. Ah, begitu banyak waktu terbuang sia-sia, 18 jam perjalanan tanpa menghasilkan apa-apa, menyesalnya. Aku turun dari pesawat, pemeriksaan visa dan paspor sedikit terhambat, ditanyai macam-macam, mungkin karena fotoku di paspor tanpa jilbab, sedangkan aku memakai jilbab, alhamdulillah aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Mencari pintu exit, ih mana sih pintunya, sebel banget, ngikutin orang aja dhe, eh sempet salah harusnya belok, malah lurus aja. Keluar dari ruangan itu, untungnya aku bertemu sama mba Nisa, mba Nisa ikut menjemput karena Ijazahnya ada padaku, dia menitip, katanya dia mau pindah ke Austria, jangan sampai aku juga seperti dia, aku nggak pernah kepikiran tinggal di Austria. Dan tiba-tiba ada wanita muda yang cantik, manis, baik hati dengan style yang selalu update menggandeng seorang anak manis, dia itu ibu asuhku, namanya Katrin dan anaknya bernama Marie, lalu dimana Moritz? Selama perjalanan, Katrin mengajakku sedikit berbincang-bincang, tapi aku benar-benar lelah, bayangkan 18 jam perjalanan, ini perjalanan terlama seumur hidupku, yang ada di otakku saat itu adalah ingin segera makan, mandi dan tidur.
Karlplatz Stacus
Pagi pertama di Jerman,
untungnya Mba Ega masih tinggal disini, jadi dia yang mengajariku banyak hal, dia baik banget,
sabar dan orangnya cepat akrabnya, sekamar dengan dia asyik lho, tapi dia kalau
tidur selalu larut malam aneh bagiku, aku pukul 9 malam, mata terasa sudah
terbebani oleh suatu benda yang membuat aku tak mampu lagi membuka mata. 3 hari
pertamaku disini malah sakit, terlalu banyak kegiatan, menyita energi, mengejar
waktu, membuat stres, badanku belum terbiasa dengan kegiatan yang seabreg. Ayo
Nda semangat. Terbanyang perjuanganku untuk beradaptasi.
Karlplatz Stacus
Mba Ega pun akhirnya harus
pindah karena dia harus mulai dengan kuliahnya, ah beruntungnya dia walau tak
mempunyai banyak tabungan tapi orang tuanya mampu membiayai dia sekolah. Nggak
Nda, Nda nggak boleh menyerah, perjuangan baru dimulai.
Butuh waktu 1 bulan untuk
benar-benar beradaptasi dengan kegiatan yang ada dan selalu berkejaran dengan
waktu. Oh yah, pernah pertama kalinya aku janjian sama teman bertemu di pusat
kota, ingin keliling kota München, alhamdulillah aku nggak nyasar, tapi si
Endang yang sempet nyasar. Jujur aku suka tinggal disini, kehidupan disini itu
tertib, bersih, nggak ada sampah berserakan, orang-orang sangat peduli dengan
kebersihan, burung-burung dan hewan-hewan lainnya dibiarkan hidup dengan bebas,
orangnya juga ramah-ramah loh. Aku merasakan kedamaian hidup disini. Kembali ke
hari pertama petualanganku. Memang udah seperti Sandal (Linda & Endang)
pokoknya asyik dhe, seharian melihat gedung-gedung yang, megah, tua tapi tak
kehilangan keindahan seninya. Tak terasa sorepun telah tiba, kami harus pulang.
Tapi harusnya kami berbeda arah, sayangnya aku malah mengikuti dia, walhasil,
aku tersadar aku salah arah. Segera aku turun dari kereta naik kereta lagi tapi
dari arah yang berlawanan. Akhirnya kereta berhenti dan aku tak kenal, ini
dimana, panik, aku nyasar. Ya Allah, mana Katrin juga kalau hari libur gini
pasti susah dihubungi, ah yah telpon mba Ega. Dijelasin panjang lebar, yah udah
mba, aku mau usaha. Akhirnya aku beranikan bertanya sama bapa yang sedang duduk
disana, „Entschuldigung, ich möchte gerne fragen, wo die U-Bahn ist?“ (maaf,
saya mau bertanya, U-bahn itu dimana yah). Dengan ramahnya dia menjawab, jadi
sebenarnya ramahan orang jerman apa orang indo yah. Satu tips yang aku dapat,
kalau kita nyasar disuatu tempat, jangan panik, kita harus bisa menguasai diri
dan bertanya. Itu cara yang terbaik, panik hanya memperburuk keadaan. Oh iyah,
di Jerman itu kita memiliki alat transportasi umum dalam bentuk bus, kereta
(U-Bahn, S-Bahn, Zug) dan Tram. Bedanya
ketiga kereta tersebut U-Bahn itu kereta yang berlalulintas di pusat kota,
S-Bahn itu jangkauannya 3 kali U-Bahn, tapi kedua kereta tersebut terkadang
memiliki jalur dibawah tanah, sedangkan Zug adalah kereta yang mengantarkan
penumpangnya keluar Kota München bahkan sampai ke Negara tetangga. Kalau Tram
itu, kereta yang memiliki rel sendiri, dan relnyapun slalu berada diatas tanah,
tak terkadang jalurnya berdampingan dengan jalan raya. Aku lebih suka naik
kereta daripada Bus atau tram. Mungkin karena aku juga tak terlalu membutuhkan
bus atau tram.
Am Bahnhof, Hauptbahnhof
Aku mau tanya sama
kawan-kawan semua. Di Indonesia
nggak ada kan orang yang dalam perjalanan baca buku? Kalau disini banyak kawan,
didalam Kereta banyak orang-orang yang membaca buku, mendengarkan musik dan tak
jarang yang ketiduranpun banyak. Tapi disini sangat aman, tak ada yang namanya
pencurian. Terbayang jika kita di Indonesia, lengah sedikit, barang berharga
kita raib dan aku yakin jika kelak ada yang membaca buku didalam angkutan umum,
pasti dikiranya sombong. Arti sombong dimata kalian itu apa? Kalau aku pribadi
sih, nggak tau tuh. Menurut aku egois sedikit untuk kemajuan diri sendiri dan
menyayangi diri sendiri nggak apa-apa dong, asalkan kita masih bisa membantu
sesama dan berbagi dengan sesama. Jadi kita harus bersama-sama mencoba merubah
pola pikir kita. Fokus dengan masalah kita sendiri, dan jangan pernah
mencari-cari kekurangan orang lain. Menurut aku, dari pengalamanku pribadi, di
Indonesia itu orangnya terlalu banyak yang ingin mengetahui masalah orang lain,
ikut campur, mencari kejelekan-kejelekan orang lain dan bergosip. Sedangkan
disini mereka sibuk dengan masalah mereka masing-masing, fokus dengan hidup
mereka, makanya orang disini banyak yang sukses. Bukannya aku ingin menjelekan
Indonesia, ingat teman, aku terlahir di Indonesia dan masih berkewarganegaraan
Indonesia. Tapi aku ingin kita bersama-sama mecontoh dan mengambil pelajaran
yang baik dari apa yang ada disekitar kita. Jujur aku pribadi paling nggak suka
sama orang yang sok ikut campur apalagi jika sudah masuk masalah pribadiku
(siapa lo? Udah nggak punya persediaan
masalah? Aku masih bisa menyelesaikannya sendiri dan aku tak minta bantuanmu)
terdengarnya sombong, tapi sudah aku bilang, jangan takut dikira sombong untuk
kemajuan diri sendiri. Aku suka di Indonesia sikap gotong royongnya, tapi
semuakan memiliki batas, dan nggak ada dalam kamusku sikap gotong royong dalam
menyelesaikan masalah pribadi. Hello, who are you? Kecuali jika memang kita
yang meminta bantuan atau meminta nasehat.
Bersama Endang di Alianz Arena
Aku bersyukur Allah slalu menjagaku kawan. Seperti yang
kita semua ketahui pergaulan di Eropa seperti apa, jika kita tidak kuat maka
kita yang akan terseret. Tapi ingat kawan, disemua tempat selalu ada sisi baik
dan sisi buruknya, maka ambil dan contohlah yang baiknya jangan pernah
mengambil yang buruknya. Kita tahu kan arak atau minuman keras itu memabukkan
dan merusak badan tapi mengapa masih ada saja yang tak menyayangi dirinya
sendiri, mereka tak lebih hanyalah orang-orang yang bodh yang menyia-nyiakan
otak dan pikiran yang telah Allah hadiahkan. Sama halnya seperti sisi buruk
kehidupan. Jika kita tahu itu buruk, maka jangan pernah mencoba untuk
mendekatinya. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen